Jasa SEO murah dan profesional silakan hubungi 0812-1413-345 😊
Fariduddin Attar, Si Penyebar Wangi & Penulis Mantiqut Thair
Fariduddin Attar adalah seorang sufi penyebar wangi yang terkenal di masanya. Ia berasal dari tanah Nisyapur. Memiliki nama lengkap Fariduddin Abu Hamid Muhammad bin Ibrahim.
Fariduddin Attar lahir kurang lebih pada tahun 1120 M. Tinggal di Nisyapur kurang lebih selama 82 tahun. Meninggal pada tahun 1230. Attar wafat syahid dalam kejaran tentara Hulagu Khan.
Kisah tentang hidupnya terukir di sebuah batu nisan tua. Attar konon seorang yang begitu mulia dan selalu menebarkan wangi kepada jiwa orang-orang yang sederhana.
Baca juga: Kebijakan Pendidikan Ala Khalifah Harun Ar-Rasyid
Nafasnya mengharumi dunia dari Qaf ke Qaf. Banyak orang-orang suci yang mengitkutinya. Kedai tempat ia berjualan minyak wangi adalah sarang para malaikat dengan wangi sitrum.
Bahkan, kemasyhuran Attar seolah akan membuat tanah Nisyapur tidak akan bisa terlupakan hingga hari kiamat tiba. Syairnya digandrungi oleh para sastrawan, tukang roti dan sepatu.
Selain terkenal sebagai seorang sufi, Attar juga memang terkenal sebagai seorang penyair. Salah satu karyanya yang bahkan banyak menginspirasi Jalaluddin Rumi adalah Mantiqut Thair.
Karya tersebut sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan diterbikan oleh beberapa penerbit. Seperti penerbit Dunia Pustaka Jaya, Kakatua, Oak Publishing, dan Titah Surga.
Melalui Mantiqut Thair tersebut, Attar menggambarkan perjalanan kehidupan manusia hingga sampai kepada Tuhan. Seperti perjalanan burung-burung saat hendak menemui sang raja.
Ada yang hanya mampu menempuh setengah perjalanan dan ada yang sampai ke tujuan. Namun, di depan sang raja, burung-burung itu justru bingung dan tidak tau mau berbuat apa.
Baca juga: Sumbangsih Dinasti Fatimiyah Terhadap Peradaban Islam
Dalam kebingungan, keletihan, tanpa bulu, dan sayap lagi, burung-burung itu akhirnya menyerahkan diri kepada sang raja. Meraka sepenuhnya menyatu kepada Sang Raja, Simurgh.
Seperti kebanyakan para sufi, Attar juga larut dalam dunia ilahiah dan kebakaan. Ia sadar betul akan kefanaannya. Kebanggaan diri dan kesombongan menurutnya tidak ada artinya.