Jasa SEO murah dan profesional silakan hubungi 0812-1413-345 😊
Kebijakan Pendidikan Ala Khalifah Harun Ar-Rasyid
Salah satu kunci untuk memajukan suatu bangsa adalah pendidikan. Masa depan suatu bangsa sangat memerlukan kontribusi anak bangsa yang berkarakter kompetitif, unggul, cerdas, dan beriman. Mengingat bahwa semakin tingginya persaingan di era global, kita bisa menilik pendidikan ala khalifah Harun Ar-Rasyid.
Hingga saat ini, Indonesia memiliki beberapa masalah dalam dunia pendidikan, mulai dari rendahnya gaji guru hingga angka putus sekolah yang tinggi.
Selain itu, sistem pendidikan Indonesia juga tidak masuk dalam daftar 20 negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia.
Padahal Islam sebagai mayoritas di Indonesia, dulunya pernah menikmati masa-masa kegemilangannya ketika Dinasti Abbasiyah berkuasa.
Masa Keemasan Pendidikan Islam
Berkat kebijakan khalifah kelima yaitu Harun Ar-Rasyid, yang saat itu berkonsentrasi meningkatkan mutu pendidikan.  Membuat masa ini layak mendapat predikat ‘masa keemasan Islam’.
Kebijakan pendidikan yang Ar-Rasyid terapkan tersebut tentu dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan berbagai problematika yang tengah melanda dunia pendidikan Indonesia saat ini.
Kala itu khalifah Harun Ar-Rasyid sangat menjamin kesejahteraan hidup para guru. Ketika mendirikan sekolah-sekolah, musti menentukan pula guru-guru yang akan mengajar serta gaji bulanan oleh bendahara umum.
Badan-badan wakaf juga turut serta dalam memberi gaji kepada mereka, juga untuk memberikan infak untuk urusan tersebut. Gajinya berbeda-beda menurut kedudukan pengajar atau masukan wakaf, meskipun begitu masih cenderung mewah dan cukup banyak.
Di antara pengajar itu ada Az-Zajaj yang mendapatkan sebanyak 200 dinar setiap bulan sebagai fuqaha dan ulama. Hakim Al-Muqtadir bin Daraid mendapatkan 50 dinar pada setiap bulannya, padahal ia datang ke Baghdad dalam keadaan miskin.
Khalifah Ar-Rasyid memerintahkan untuk membangun perpustakaan-perpustakaan agar dapat memfasilitasi minat baca rakyatnya. Berlaku di seluruh wilayah Abbasiyah tidak hanya di Baghdad.
Bait Al-Hikmah, Perpustakaan Sekaligus Lembaga Pendidikan
Dari berbagai perpustakaan keemasan Islam itu, yang sangat terkenal adalah Bait Al-Hikmah. Bait Al-Hikmah adalah perpustakaan sekaligus lembaga pendidikan Islam pertama yang Ar-Rasyid bangun di ibu kota negara, Baghdad.
Fungsi Bait Al-Hikmah tidak hanya sebagai sebuah perpustakaan ataupun gudang buku, tapi Bait Al-Hikmah juga memiliki biro penerjemahan serta tempat berkumpulnya para intelektual dan cendikiawan dari berbagai penjuru kerajaan.
Pada intinya, fungsi utama Bait Al-Hikmah adalah sebagai pusat pelestarian pengetahuan yang tak ternilai harganya.
Para ahli yang bergabung dengan lembaga kerajaan ini tak jarang menjadi staf observatorium sang khalifah dan juga turut serta dalam eksperimen-eksperimen ilmiah yang diperintahkannya.
Bait Al-Hikmah juga memainkan peranan penting dalam pengembangan karya-karya kesusastraan Abbasiyah. Bait Al-Hikmah merupakan simbol dari kehidupan manusia yang memiliki kecerdasan intelektual dan berperadaban tinggi.
Karena penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dapat merasuki sendi-sendi kehidupan manusia yang paling dalam, yaitu ruang akal dan pemikiran, dan memberikan efek yang lebih besar dari sekedar penguasaan jasmani belaka.
Kehancuran Bait Al-Hikmah
Bait Al-Hikmah hancur bersamaan dengan runtuhnya Dinasti Abbasiyah akibat serangan bangsa orang-orang Tartar (Mongol) pimpinan Hulaghu Khan, cucu dari Genghis Khan. Sayangnya, sangat sedikit karangan ilmiah yang selamat dari kehancuran tersebut.
Adapun buku-buku yang selamat, kemudian banyak kalangan ilmuwan Barat yang mengakuinya sebagai temuan mereka. Temuan tersebut menjadi sebab penting dalam pergerakan ilmiah modern di Eropa.
Oleh karena itu, Bait Al-Hikmah layak memiliki predikat berperan besar dalam peradaban manusia, di mana temuannya menjadi sarana penting dari temuan-temuan pada masa sekarang.
Baca juga: Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW Menurut Para Ulama
Khalifah Ar-Rasyid juga menerjemahkan buku-buku pengetahuan ke dalam bahasa Arab. Gerakan penerjemahan merupakan bentuk dari asimilasi yang terjadi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lainnya yang telah terlebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
Penyebabnya adalah karena banyaknya bangsa-bangsa non-Arab yang mulai masuk Islam pada masa Abbasiyah. Buku-buku yang diterjemahkan di antaranya adalah buku-buku ilmu pengetahuan berbahasa Persia, Sansekerta, Suriah, dan Yunani.
Sumber: Nilawati Tadjuddin dan Alif Maulana, Al-Tadzkiyyah, Vol. 9, No. 2, 2018.