Jasa SEO murah dan profesional silakan hubungi 0812-1413-345 😊
Warisan Berupa Ajaran-Ajaran Islam dari Walisongo
Walisongo merupakan tokoh-tokoh berpengaruh yang menyebarkan Islam di Indonesia. Substansi dari ajaran-ajaran mereka sangat bagus dan menarik. Mereka mengajak masyarakat yang masih sangat awam dengan ajaran Islam dengan cara yang masyarakat itu sukai.
Misalnya saja, apabila masyarakat Jawa waktu itu menyukai wayang, maka Walisongo mendekati masyarakat tersebut dengan cara demikian. Dengan strategi tersebut, banyak masyarakat yang tertarik dengan Islam hingga akhirnya mau memeluk agama Islam.
Sunan Gresik
Walisongo yang pertama adalah Sunan Gresik. Beliau adalah seorang yang ahli pertanian dan ahli pengobatan. Sejak beliau berada di Gresik, hasil pertanian rakyat Gresik meningkat tajam. Dan orang-orang yang sakit banyak disembuhkannya dengan daun-daunan tertentu.
Sifatnya lemah lembut, belas kasih dan ramah kepada semua orang baik sesama muslim atau non-muslim membuatnya terkenal sebagai tokoh masyarakat yang disegani dan dihormati.
Kepribadiannya yang baik itulah yang menarik hati penduduk setempat sehingga mereka berbondong-bondong untuk masuk agama Islam dengan suka rela dan menjadi pengikut beliau yang setia.
Sunan Gresik mendirikan masjid dan pesantren untuk mengajarkan agama Islam kepada masyarakat sampai ia wafat. Pada nisannya terdapat tulisan Arab yang menunjukkan bahwa dia adalah seorang penyebar agama yang cakap dan gigih.
Sunan Ampel
Sunan Ampel adalah salah satu orang yang pertama kali menciptakan huruf pegon atau tulisan Arab berbunyi bahasa Jawa. Dengan huruf pegon ini, beliau dapat menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada para muridnya.
Hasil didikan Sunan Ampel yang terkenal adalah ‘Falsafah Mo Limo’ atau tidak melakukan lima hal tercela, yaitu: 1) Moh Main atau tidak mau berjudi; 2) Moh Ngombe atau tidak mau minum arak atau bermabuk-mabukan; 3) Moh Maling atau tidak mau mencuri; 4) Moh Madat atau tidak mau mengisap candu, ganja dan lain-lain; 5) Moh Madon atau tidak mau berzina.
Sunan Bonang
Sunan Bonang adalah salah satu wali yang menyebarkan agama Islam dengan corak kebudayaan masyarakat Jawa yang sangat menggemari wayang serta musik gamelan.
Beliau memanfaatkan pertunjukan tradisional sebagai media dakwah Islam, dengan menyisipkan nafas Islam ke dalamnya. Syair lagu gamelan ciptaan para wali tersebut berisi pesan tauhid, sikap menyembah Allah SWT. dan tidak menyekutukannya.
Setiap bait lagu terdapat selingan syahadatain (ucapan dua kalimat syahadat). Gamelan yang mengiringinya kini dikenal dengan istilah sekaten, yang berasal dari syahadatain.
Beliau menciptakan lagu yang dikenal dengan tembang Durma, sejenis macapat yang melukiskan suasana tegang, bengis, dan penuh amarah.
Sunan Drajat
Beliau mendirikan pesantren di desa Jalang. Dalam waktu yang singkat banyak orang-orang yang berguru kepada beliau. Setahun kemudian di desa Jalang, beliau mendapat ilham agar pindah ke daerah sebalah selatan kira-kira sejauh satu kilometer dari desa Jalang itu.
Di sana beliau mendirikan Mushalla sekaligus dimanfaatkan untuk tempat berdakwah. Tiga tahun tinggal di daerah itu, beliau mendaat ilham lagi agar pindah tempat ke satu bukit.
Dan di tempat baru itu beliau berdakwah dengan menggunakan kesenian rakyat, yaitu dengan menabuh seperangkat gamelan untuk mengumpulkan orang, setelah itu lalu diberi ceramah agama.
Demikianlah kecerdikan Sunan Drajat dalam mengadakan pendekatan kepada rakyat dengan menggunakan kesenian rakyat sebagai media dakwahnya.
Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran Islam, antara lain dengan wayang, sastra dan berbagai kesenian lainnya.
Sebagian wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu terdapat ajaran agama dan nama-nama pahlawan Islam.
Selain itu, beliau juga menciptakan tembang atau lagu yang fenomenal yaitu Lir-Ilir.
Sunan Giri
Beliau merupakan orang yang sangat dermawan. Sunan Giri gemar membagikan barang dagangan kepada rakyat Banjar yang terkena musibah. Beliau pernah bertafakkur di goa sunyi selama 40 hari 40 malam untuk bermunajat kepada Allah.
Usai bertafakkur ia teringat pada pesan ayahnya sewaktu belajar di Pasai untuk mencari daerah yang tanahnya mirip dengan negeri Pasai melalui desa Margonoto.
Sampailah Raden Paku di daerah perbatasan yang hawanya sejuk, lalu dia mendirikan pondok pesantren yang kemudian ia beri nama Pesantren Giri.
Beliau juga menciptakan tembang-tembang dolanan anak kecil yang bernafas Islami, seperti jamuran, cublak suweng dan lain-lain.
Sunan Kudus
Sunan Kudus pernah belajar di Baitul Maqdis, Palestina, dan pernah berjasa memberantas penyakit yang menelan banyak korban di Palestina.
Atas jasanya itu, pemerintah Palestina memberinya ijazah wilayah (daerah kekuasaan) di Palestina, namun Sunan Kudus mengharapkan agar hadiah tersebut adalah di Pulau Jawa.
Akhirnya Amir (penguasa setempat) mengabulkan permintaannya. Sekembalinya ke Jawa ia mendirikan masjid yang beliau namai Masjid Al-Aqsa atau Al-Manar (Masjid Menara Kudus).
Kemudian daerah sekitanya diganti dengan nama Kudus, diambil dari nama sebuah kota di Palestina, al-Quds.
Baca juga: Sumbangsih Dinasti Fatimiyah Terhadap Peradaban Islam
Dalam melaksanakan dakwah dengan pendekatan kultural, Sunan Kudus menciptakan berbagai cerita keagamaan. Yang paling terkenal adalah Gending Maskumambang dan Mijil.
Sunan Muria
Sunan Muria menggunakan cara halus dalam berdakwah. Ibarat mengambil ikan tidak sampai keruh airnya. Sasaran dakwah beliau adalah para pedagang, nelayan dan rakyat jelata.
Beliau adalah satu-satunya wali yang mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah, juga sekaligus yang menciptakan tembang sinom dan kinanthi.
Sunan Muria banyak mengisi tradisi Jawa dengan nuansa Islami seperti nelung dino, mitung dino, ngatus dino dan sebagainya.
Sunan Gunung Jati
Walisongo yang terakhir adalah Sunan Gunung Jati. Setelah Cirebon resmi berdiri sebagai sebuah Kerajaan Islam yang bebas dari kekuasaan Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha mempengaruhi kerajaan yang belum menganut agama Islam.
Dari Cirebon, ia mengembangkan agama Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat, seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten.
Demikianlah ajaran-ajaran yang diwariskan oleh Walisongo dengan berbagai macam cara atau pendekatan yang mereka lakukan terhadap masyarakat.